Kalau sedang main bersama, yang dilakukan Syanita dan Revi biasanya adalah memainkan semua mainan. Mereka baru puas kalau sudah berantakan dan semua mainan diobrak-abrik.
Mungkin karena sudah bosan mengobrak-abrik mainan, sekarang Syanita dan Revi bermain Mamah-Papah. Saya sendiri heran, siapa yang mengajari mereka? Kenapa mereka bisa menjadi Mamah dan Papah? Dengan diam-diam saya sering memerhatikan keduanya. Misalnya seperti ini.
“Pah, mau sarapan? Mamah bikin nasi goreng ya?”
“Ya, mau!”
Kemudian Syanita mengambil kompor dan wajan mainannya. Dia berpura-pura masak nasi goreng. Revi memerhatikannya. “Jangan pedes, ya Mah!” kata Revi.
Saya tersenyum. Terus terang, saya pun tidak pernah se’mesra’ itu dengan suami.
Kemudian Revi pura-pura keluar rumah dan naik sepeda. “Mah, Papah pulang!” teriak Revi.
Lagi-lagi saya tersenyum. Lucu sekali mereka. Kemudian mereka pura-pura makan bersama memakai piring mainan. Romantis...!
Kalau sedang bermain Mamah-Papah, Syanita dan Revi tidak pernah berantem. Wajah mereka berseri-seri. Mata berbinar-binar. Saya jadi tertawa sendiri. “Harusnya memang begitu yang diperlihatkan suami dan istri ketika bersama! Wajah berseri-seri, mata berbinar-binar. ” Hmmm... ternyata benar, kita harus banyak dari anak-anak!
20 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar